Hari ini Rabu 14 Februari 2024, tepatnya pukul 7:00 pencoblosan pada pemilihan umum presiden dan wakil presiden serta calon legislatif (DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, Kota dan Kabupaten) segera dimulai.
Ribuan tempat pemungutan suara (TPS) berdiri dimana-mana. Pun biaya pemilu mencapai triliunan rupiah.
Kalau tidak keliru Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengalokasikan anggaran sebesar Rp 71,3 triliun dalam rangka pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Namun pemilu kali ini banyak yang menyangsikan akan kejujurannya, keadilannya dan tanpa curang.
Ajakan pemilu damai, berintegritas dan netralitas ASN, anggota Polri dan TNI para pejabat Negara termasuk presiden diserukan dimana-mana.
Mulai dari para praktisi politik yang berkontestasi, di kampus-kampus dan para pemerhati demokrasi menyerukan pemilu demokratis, damai, tanpa intimidasi, jujur, adil, berintegritas dan bermartabat.
Sesungguhnya banyak temuan-temuan di lapangan yang mengarah kepotensi kecurangan dan pelibatan oknum-oknum aparat negara, hanya saja badan pengawas pemilu (Bawaslu) belum menunjukkannya, mungkin setelah pencoblosan mereka memproses dan mempublikasikan potensi “kecurangan” itu.
Dikutip dari tulisan Jacob Ereste dibawah judul “PRESIDEN YANG JUJUR, ADIL DAN TIDAK MEMIHAK” menyebutkan dalam pasal 281 ayat (1) UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur “Pejabat Negara, Pejabat Struktural, Pejabat Fungsional dalam Jabatan Negeri, serta Kepala Desa dilarang membuat Keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.”
Pasal 283 UU 7/2017 juga menegaskan pejabat negara serta aparatur sipil negara (ASN) dilarang melakukan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan kepada peserta pemilu, sebelum, selama dan sesudah kampanye.
Presiden Jokowi diduga mengabaikan aturan main pemilu soal netralitas pejabat negara dalam penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil.
Sikap ini menunjukkan konflik kepentingan Presiden yang memperbolehkan dirinya, para menteri maupun pejabat publik di bawahnya melakukan pelanggaran prinsip pemilu dengan legitimasi praktik konflik kepentingan dirinya sendiri, karena anaknya menjadi salah satu pasangan calon presiden maupun para pejabat publik lainnya yang memiliki kepentingan dalam Pemilu 2024.
Sikap Presiden Jokowi tidak boleh didiamkan dan perlu segera dikoreksi. Pengabaian terhadap hal ini akan melegitimasi praktik penyalahgunaan kewenangan pejabat publik, korupsi program, anggaran, fasilitas negara yang mendorong kecurangan pemilu.
Serta pengabaian prinsip netralitas aparat negara dan konflik kepentingan seperti yang terjadi saat ini.
Semogo Pemilu 2024 ini bersih, jujur, adil, berintegritas, bermartabat dan tanpa kecurangan. Apalagi jutaan mata dan telingah melihat dan mendengarnya. Ayo awasi pemilu dan lawan kecurangan, siapkan kamera untuk memotrenya dan catat jika ada kecurangan. Salam Demokrasi !! ***