(deadlinews.co) – PT.Astra Agro Lestari (AALI) group PT.Rimbunan Alam Sentosa (RAS), PT.Agro Nusa Abadi (ANA) dan Sawit Jaya Abadi (SJA) sejak berdiri sampai saat ini tidak memiliki hak guna usaha (HGU).
Saat beroperasi di daerah Morowali dan poso saat itu, sekarang masuk ke wilayah Morowali Utara (Morut) hanya bermodalkan izin lokasi (INLOK). Padahal dalam aturan lahan perkebunan 25 hektar keatas diharuskan memiliki HGU
Karena tidak memiliki HGU, maka 20 persen perkebunan plasmanya yang mestinya ada, sejak awal berdiri hingga saat ini tidak ada.
Sebab salah satu syarat penerbitan HGU bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit adalah menyiapkan 20 persen dari lahan inti untuk plasma.
Sedangkan PT.ANA, anak perusahaan PT.AALI Tbk, sejak berdiri 17 tahun lalu tidak memiliki plasma sepersen pun.
Begitupun dengan PT.RAS dan PT.SJA. Padahal waktu itu lahannya kurang lebih 19.000 hektar.
Makanya badan pertanahan nasional (BPN/ATR) tidak pernah mau menerbitkan HGU untuk PT.ANA, RAS dan PT.SJA sampai sekarang karena lahannya bermasalah dan berkonflik dengan masyarakat setempat dan PTPN XIV.
Group PT.AALI di Morut dan Poso itu hanya mensiasatinya dengan koperasi. Padahal dipersyaratkan harus plasma 20 persen dari luasan kebun inti.
“Oleh sebab itu jika selama 17 tahun baru mau diterbitkan HGU, maka patut diduga ada kongkalikong. Apalagi tidak memenuhi syarat,”demikian ditegaskan koordinator Nusantara CORRUPTION WATCH (NCW) Indonesia Timur Anwar Hakim menjawab deadline-news.com via telepone selulernya beberapa waktu lalu.
Sebelumnya Kepala UPT Balai Perbenihan Tanaman Perkebunan di Dinas Perkebunan dan Peternakan sulawesi tengah Haikal Toramai menjawab konfirmasi deadline-news.com Senin (4/9/2023) tahun lalu, mengatakan perpanjangan izin lokasi (Inlok) PT.Agro Nusa Abadi (ANA) dan beberapa group PT.AALI Tbk cacat hukum. Sehingga keberadaannya patut diduga ilegal.
Pasalnya yang memberikan perpanjangan Inlok ketika itu penjabat bupati Morowali Utara almarhum Haris Rengga.
“Sementara selaku pelaksana tugas bupati tidak dapat dibenarkan mengambil tindakan atau kebijakan strategis (bukan kewenangannya),”jelas Haikal.
Ia mengatakan, mengapa PT.ANA tidak dapat diberikan hak guna usaha (HGU), dan group perusahaan PT.AALI tbk lainnya karena lahan perkebunannya bermasalah dengan masyarakat setempat.
Kemudian keberadaan lokasinya spot-spot, sehingga tidak ada yang dapat dijadikan dasar untuk penerbitan HGU.
“Hal ini sudah pernah kita lakukan pertemuan antara Dinas Perkebunan, Kepala kantor wilayah ATR/Badan Pertanahan Nasional (BPN) sulteng, pihak PT.ANA yang dipimpin ketika itu Plh Sekda Muliyono untuk membicarakan rekomendasi soal usulan HGU PT.ANA. Tapi karena lahan kebun sawit PT.ANA tidak memenuhi syarat untuk diberikan rekomendasi penerbitan HGU, sehingga hasil rapat ketika itu meminta manajemen PT.ANA menyelesaikan dulu persoalannya dengan masyarakat setempat,”terang Haikal.
Menurut Haikal, awal pembukaan lahan sawit PT.ANA sudah muncul sengketa lahan dengan masyarakat, karena SKPT yang dikeluarkan kepala desa tumpang tindih. Waktu itu PT.ANA masih dalam wilayah Kabupaten Morowali dengan luasan kurang lebih 19.000 hektar.
Kata Haikal saat pemekaran kabupaten Morowali dengan Morowali Utara, lahan PT.ANA diciutkan menjadi 7200 hektar. Dan masuk dalam wilayah Morowali Utara.
Namun masih terus berkonflik dengan warga dan lokasinya masih spot-spot. Ada yang kosong ditengah, itulah yang mereka ajukan untuk diberikan HGU. Dan dipersyaratkan 20 persen plasma dari kebun inti.
“Tapi pihak PT.ANA tidak menyanggupinya, sehingga mereka siasati dengan koperasi,”terang Haikal.
Tahun 2018 Ombudsman perwakilan sulteng melakukan investigasi dan menemukan lahan PT.ANA tumpang tindih dengan lahan transmigrasi dan lahan masyarakat yang bersertifikat.
Selain itu Ombudsman menemukan perubahan izin lokasi (INLOK) yang diterbitkan oleh pejabat bupati Morut pada tanggal 20 Agustus tahun 2014 dengan SK No.188.45/KEP-B.MU/0096/VIII/2014 tentang pembaharuan Inlok.
Sehingga terjadi penciutan lahan dari 19.675 hektar are menjadi 7.244,33 hektar area.
Celakanya lagi saat pembayaran obyek pajak (PBB P3) di kantor KPP Pratama Poso hanya 6.654 hektar sedangkan lahannya 7.244,33 hektar area.
Ombudsman juga menemukan IUP budidaya tanaman PT.ANA ilegal. Sebab IUP Budidaya dapat diterbitkan apabila perusahaan tersebut memiliki HGU.
Dalam pemberian HGU ini ada 5 tahapan yang harus dilakukan di antaranya yaitu pengukuran bidang tanah, permohonan hak, pemeriksaan tanah, penetapan hak dan pendaftaran hak.
HGU diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektare. Jika luasnya 25 hektare atau lebih, maka harus memakai investasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik sesuai dengan perkembangan zaman. Hak Guna Usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain
Penyerahan tanah negara untuk diberikan dalam bentuk HGU didasarkan pada keputusan pemberian hak dalam hal ini Menteri Agraria dan Tata Ruang atau pejabat lain yang ditunjuk dalam urusan pertanahan. Dalam Pasal 5 PP Nomor 40 Tahun 1996, juga diatur bahwa luas minimal lahan HGU adalah lima hektare.
Hak guna-usaha (“HGU”) merupakan salah satu hak atas tanah yang memberikan pemegangnya hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu maksimal 35 tahun dan diperpanjang untuk jangka waktu maksimal 25 tahun, serta dapat diperbarui untuk jangka waktu maksimal 35 tahun, guna perusahaan …
Biaya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) yang wajib dibayarkan ke negara oleh pengelola HGU itu adalah sebesar IDR. 26.500 per 100 hektar.
IDR. 3.243.600.000
Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB Sudarsono Soedomo mengatakan HGU adalah hak konstitusional bagi warga negara untuk memanfaatkan lahan. Dan diperoleh melalui proses perizinan yang panjang. Sehingga KLHK tak bisa mengubah menjadi kawasan hutan. HGU merupakan hak konstitusi yang dilindungi Undang-Undang.
Keputusan sebagaimana dimaksud diatas dapat dibuat secara elektronik. Pasal 24 ayat 1 menjelaskan bahwa Pemberian hak guna usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan
Pemberian HAT berupa HGU, HGB, atau hak pakai di atas HPL dikenakan BPHTB dengan tarif 0% dari nilai perolehan untuk jangka waktu tertentu,” bunyi Pasal 21 ayat (1) PP 12/2023, dikutip pada Kamis (9/3/2023).
Dalam pertemuan mediasi Rabu siang (6/9/2023) antara PT.ANA dengan masyarakat yang diwakili dua desa antara lain bungitembe, pemerintah Kabupaten Morut, BPN/ATR dan Tenaga Ahli Gubernur M.Ridha Saleh, S.Sos, SH dan Tim legal PT.ANA Teguh Ali.
Teguh Ali dihadapan TA Gubernur meminta tidak disebutkan PT.ANA tidak memiliki HGU, tapi diperhalus sedang mengurus HGU.
Saat pertemuan itu diskorsing 7 menit, Teguh yang dikonfirmasi kenapa baru sekarang PT ANA mengurus HGUnya. Kenapa tidak dari awal penggarapan?
Jawab Teguh nanti kita diskusikan di dalam rapat mediasi itu. Namun sampai berakhir rapat mediasi Rabu sore itu, tidak ada disinggung soal pengurusan HGU mestinya dari awal usaha kebun sawit PT.ANA itu.
Saat ini kejaksaan tinggi sulawesi tengah sedang melakukan penyelidikan soal dugaan ilegalnya pt.ana termasuk dugaan korupsi yang ditimbulkan sejak 17 tahun mengelola perkebunan sawit yang notabene group astra agro lestari itu.
Selain di laporkan ke Kejati oleh aliansi masyarakat lingkar sawit, PT.ANA juga dilaporkan ke Polres Morut oleh tim advokat rakyat Agussalim,SH dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Arazid dan Partner.
Berkaitan kasus hukum PT.AALI group di Morut dan Poso, sejumlah direktur PT.AALI Tbk diperiksa tim penyidik asisten pidana khusus (Aspidsus), kejaksaan tinggi sulawesi tengah (kejati).
Dari catatan dan pantauan deadline-news.com group diketahui ada 3 orang petinggi PT.AALI TBK yang sempat “mangkir” dari panggilan tim penyidik Kejati yakni :
1. Kepala Divisi Finance Holding PT. ASTRA AGRO LESTARI (AALI) Daniel Paolo Gultom.
2.Direktur Operasional Arief Catur Irawan
3.Direktur Keuangan PT. ASTRA AGRO LESTARI (AALI) Tbk Tingning Sukowignjo, sekalipun kemudian hadir dengan alasan minta penjadwalan ulang untuk pemeriksaan.
Kemudian mereka yang telah diperiksa sebelumnya yakni :
1. Kepala Divisi Finance Holding PT. ASTRA AGRO LESTARI (AALI) Daniel Paolo Gultom yang mestinya hadir pada Senin (4/11/2024). Tapi juga “mangkir” sehingga dijadwalkan kembali pada Kamis (7/11/2024).
Pada hari Kamis (7/11/2024) itu Daniel Paolo Gultom baru memenuhi panggilan tim penyidik Kejati Sulteng.
2. BUNTORO RIANTO SE.,Ak.,CPA (Akuntan Publik Tanudireja Wibasana), selaku Akuntan yang mengaudit laporan keuangan PT.RAS group PT.AALI diperiksa 12 jam Jum’at (8/11/2024).
3. Oka Arimbawa (Manajer PT. SJA) juga menjabat di PT.ANA dan PT.RAS dan
4. Doni Yoga Pradana Direktur di PT. SJA.
5.Direktur Operasional PT.AALI tbk Arief Catur Irawan.
Selain pihak PT.AALI yang diperiksa tim penyidik Kejati juga 2 orang dari pihak PTPN XIV yakni :
1. RYANTO WISNUARDHY – (Mantan Direktur PTPN XIV Periode 2019 – 2021).
2. SUHERDI (Mantan Direktur PTPN XIV Periode 2021 – 2022).
Informasi tambahan dari sumber terpercaya, 99,9 % saham PT RAS milik PT. Astra Agro Lestari, selain itu pengelolaan keuangan termasuk dividen dikelola oleh PT. Astra Agro Lestari diduga PT. RAS hanya perusahaan ‘boneka’ untuk mengakali pembatasan jumlah luasan yg boleh dikuasai oleh 1 perusahaan.
Kasus hukum group PT.AALI tbk itu sudah memasuki tahun ke 2, belum juga tuntas-tuntas. Olehnya publik menantinya siapa yang bakal tersangka. Apakah dari pihak korporat ataukah hanya oknum?
Manajer Media & PR Analyst PT Astra Agro Lestari tbk Muh Husni dalam konferensi pers Kamis malam (28/11-2024), mengatakan pihaknya bukan “mangkir” dari panggilan penyidik Kejati.
“Tapi kebetulan ada kesibukan lain, sehingga kami minta penundaan atau penjadwalan ulang untuk pemeriksaan direktur perusahaan kami,”tegas Husni.
Menurutnya kehadiran PT.AALI tbk group hadir atas undangan pemerintah daerah untuk membangun dan mengurangi pengangguran di daerah ini.
“Kami mendukung dan menghormati proses hukum yang sedang dalam proses,”jelas Husni. ***