Oleh : Dr.Ari Fahrial Syam
Hari ini PSSI akan melaksanakan partai-partai terakhir yang masih diperbolehkan FIFA di SEA GAMES 2015, sebelum mereka sama sekali tidak boleh bermain sepak bola lagi di kancah internasional maupun nasional dibawah bendera FIFA. Kita semua sudah tahu akibat arogansi pemerintahan Jokowi kita melupakan untuk melihat tim nasional sepak bola kita bertanding di kancah internasional untuk waktu yang belum jelas. Brunei pernah mendapat skorsing selama 2 tahun dan saat ini sepak bolanya juga belum bangkit dan makin terpuruk. Terakhir di ajang SEA GAMES tahun ini, tim sepak bola Brunei menjadi bulan-bulanan tim sepak bola Vietnam dan kalah telak 6-0.
Bangsa ini masih terpuruk dan makin terpuruk ketika tim sepak bolanya tidak boleh bermain lagi di kancah internasional. Lupakan lagu “Indonesia Raya” saat diperdengarkan di lapangan sepak bola menjelang Timnas akan bertanding melawan negara lain, karena Tmnas tidak akan pernah bertanding lagi. Kita sepetinya melupakan bahwa beberapa tahun yang lalu, garuda muda timnas sepak bola U 19 telah menyatukan Indonesia. Mereka menjadi juara Asia tenggara (Piala AFF U19) tahun 2013. Dalam partai final timnas U 19 mengalahkan Vietnam melalui adu penalti dengan skor akhir 7-6. Berikutnya tim U-19 lolos penyisihan grup piala Asia (AFC) bulan Otober 2013. Mereka mengalahkan Laos 4-0 dan Filipina 2-0. Terakhir mereka mengalahkan Korea rajanya sepak bola Asia, juara Asia 12 kali dengan skor 3-2 di stadion utama Senayan. Penyataan presiden Jokowi yang mengatakan PSSI tanpa prestasi membuat saya sedih karena beliau melupakan perjuangan garuda muda menjadi juara Asia tenggara dan menghancurkan Korea raja sepak bola Asia dan dunia saat itu.
Berbagai kalangan mulai rakyat jelata, para professional, pejabat negara, para politisi dan tak ketinggalan presiden SBY dan ibu negara turut berbangga atas prestasi timnas ini dan menjadi saksi langsung di lapangan sepak bola Gelora Bung Karno untuk menyaksikan kehebatan timnas saat itu.
Kita masih ingat betapa Euforianya anak-anak muda bangsa atas prestasi ini bahwa dengan kerja keras garuda muda bisa berprestasi. Dijalan-jalan kita akan melihat orang bangga memakai kaus tim sepak bola kita dengan garuda di dada. Kita seperti tersihir bahwa ternyata saat itu kita mempunyai anak-anak bangsa yang hebat, tim nasional U 19. Sekali lagi menjungkal Macan Asia Korea Selatan. Euforia dibidang olah raga termasuk sepak bola sebenarnya bisa menjadi inspirasi untuk bangsa ini bangkit. Euphoria ini bisa membuat kita lupa sesaat akan berbagai permasalahan yang menekan. Frustasi akan perilaku beberapa pemimpin bangsa yang korup dan serakah dan saling berbeda pendapat akan terlupakan sesaat atas keberhasilan anak bangsa ini. Harga-harga yang melonjak dengan berbagai isu sesuatu yang palsu bisa kita lupakan saat kita euforia. Rasa senang akan keberhasilan merupakan faktor kejiwaan yang positif. Euphoria timbul karena adanya pelepasan hormon endorphin (morfin endogen). Endorphin biasanya dilepaskan saat kita berolahraga, kegembiraan, mengkonsumsi makanan yang pedas, perasaan cinta dan orgasme. Endorphin akan bekerja seperti opiod yaitu sebagai penghilang rasa sakit dan menimbulkan rasa senang. Sayangnya pimpinan negara asyik dengan dunianya sendiri tanpa peduli nasib para pemain sepak bola, para wasit, para petugas, para penjual kaus,tukang parkir dan semua masyarakat yang terlibat dalam pertandingan sepakbola. Mereka menafikan bahwa timnas masih mempunyai suporter yang setia menantikan dan menonton timnas Indonesia berlaga. Mereka lupa bahwa semua bisa tersihir dan merasa euforia. Sayangnya akhirnya untuk waktu yang tidak ditentukan euforia dari sepak bola tidak pernah hadir lagi ditengah masyarakat Indonesia. ***
Turut berduka Cita wafatnya Sepak Bola Indonesia
Antasena Ramadhan Tri Putra3 min baca