PALU, KABAR SELEBES – Pemberian grasi dari Presiden Joko Widodo terhadap aktivis lingkungan Eva Bande, disambut hangat oleh banyak pihak. Namun, sejumlah aktivis di Sulawesi Tengah beranggapan pembebasan terhadap Eva Bande bukanlah hadiah dari Presiden Jokowi.
Komite Pimpinan Wilayah Serikat Tani Nasional (KPW STN) Sulawesi Tengah menilai, grasi yang diberikan oleh Presiden Jokowi terhadap Eva Bande adalah harus dan wajib buat Eva.
“Dan seharusnya kalau kita mau adil Eva tak harus ditahan. Grasi Eva bukanlah sebagai hadiah dari presiden dan perjuangan kelompok ormas manapun, karena pembebasan Eva adalah hal yang wajib oleh negara dalam hal ini presiden. Kami menyambut gembira hal itu. Kami sangat sepakat kalau Eva diberikan grasi,’’ kata Samsul Bahri M. Dampal, ketua KPW STN Sulteng dana siaran persnya Rabu (10/12/2014).
Namun kata Samsul Bahri, pemberian grasi ini harus dianalisa jauh lebih dalam dan baik agar tidak terjadi barter politik dan pencitraan semata. Karena lanjut Samsul, saat ini rezim yang baru ini juga tengah berhadapan dengan rakyat akibat kebijakannya menaikan harga BBM.
“Kemudian kami juga meminta rezim saat ini jangan pilih kasih dalam memberikan grasi, karena di Indonesia dalam catatan kami hampir 160 lebih aktivis agrarian di beberapa daerah yang masih ditahan dan berhadapan dengan hukum. Salah satunya ada kawan Ridwan di Riau yang di vonis 18 tahun karena melawan perampasan tanah oleh PT. RAPP,’’ tegasnya,
Olehnya, STN Sulteng berharap, jika presiden mau adil dan berpihak pada rakyat kecil, maka bukan hanya Eva Bande yang diberikan grasi tapi juga ratusan petani yang masih mendekam di dalam tahanan dengan waktu yang lebih lama hukumannya dari pada Eva Bande.
“Serta cenderung melawan para pemodal besar yang bekerja sama dengan negara bukan hanya sekelas Murad Husain pengusaha lokal yang ada di Banggai. Dan terakhir rezim jokowi juga harus mejalankan cita-cita Trisakti sesuai dengan kampnyenya, yaitu Pasal 33 UUD 1945, Agar rakyat berdaulat atas tanahnya, tidak terus-terusan di kriminalisasi dan berhadapan dengan perampasan tanah,’’ tandas Samsul Bahri.
Sebelumnya, Eva Bande ditangkap bermula dari penutupan jalan produksi petani di Desa Piondo oleh perusahaan sawit PT Kurnia Luwuk Sejati. Jalan itu yang biasa dilalui petani ke kebun kakao dan persawahan. Ratusan petani pengguna jalan itu marah besar. Mereka menuntut perusahaan segera memperbaiki jalan yang mereka lalui.
Peristiwa itu terjadi 26 Mei 2011. Sontak ratusan petani yang marah mendatangi kantor KLS. Eva yang berada di kerumunan massa, meminta petani tenang. Jangan terbawa emosi. Karena kemarahan warga kepada perusahaan sudah memuncak, Eva tak bisa mengendalikan massa.
“KLS menutup jalan karena berencana menggusur kebun kakao petani di Desa Piondo. Warga marah dan petani merusak karena perusahaan tidak mau memperbaiki jalan yang mereka lubangi,” kata Syahrudin Douw, direktur Jatam Sulteng seperti dikutip dari Mongabay.com.
Eva Bande sempat buron dan akhirnya ditangkap tim Kejaksaan Negeri Luwuk bekerjasama dengan Kejaksaan Agung di sebuah rumah di Kecamatan Banguntapan, Bantul, Yogyakarta Kamis (15/5/14). Eva diinapkan semalam di Kejati Yogyakarta. Esok hari, dia dikawal ke pesawat dan diterbangkan ke Luwuk, Sulawesi Tengah. Pukul 17.00, Eva tiba di Luwuk. Dengan pengawalan petugas, langsung ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas II B.(*/Abdee/kabarselebes.com)