Gonjang Ganjing Proyek kolam renang makin hari makin terang benderang. Karena ternyata ada perbedaan perhitungan antara pihak Dinas Kimpraswil sekarang pekerjaan umum dengan badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan Sulteng pada tahun 2010, sebagaimana tercantum dalam laporan evaluasi Hambatan Kelancaran Pembangunan (HKP).
Mantan Pimpinan Proyek (Pimpro) pembangunan kolam renang tersebut Mustari menegaskan isi laporan tersebut yang menyebutkan bahwa terjadi kelebihan pembayaran sebesar Rp500 juta. Menurutnya kelebiahn pembayaran itu merupakan versi BPKP Sulteng yang dirilis tahun 2010. “BPK Sulteng menghitung sampel tanah yang akan digali untuk kolam renang tidak menggunakan laboratorium, namun menggunakan masukan dari salah satu koleganya yang berada di Dinas kimpraswil Sulteng pada saat itu,” ungkapnya.
Mustari menjelaskan BPKP hanya menggunakan keterangan dan masukan dari orang-orang PU (Kimpraswil) tetapi tidak menggunakan uji laboratorium. Padahal uji laboratorium sangat dibutuhkan untuk mengukur kerak tanah yang menjadi sampel untuk menggali kolam renang tersebut. Lebih lanjut Mustari mengatakan selaku Pimpro pihaknya menilai sampel tanah yang akan digunakan untuk kolam renang tersebut menggunakan jasa uji laboratorium independen dari Universitas Tadulako (Untad) Palu saat itu. “Laboratorium menguji tanah dan air yang diambil dari lokasi renana pembangunan kolam renang, begitu pula dengan penggalian tanah, belum tentu menggali tanah 1 meter di tanah biasa sama dengan menggali tanah 1 meter di tanah berbatu. Jelaslah harganya berbeda,” jelasnya.
Cita-cita Pemprov Sulteng saat itu yang menginginkan adanya peningkatan prestasi atlet Sulteng di gelanggang olahraga yang diikuti mendapat dukungan penuh darinya. Sehingga dilakukan pembangunan kolam renang sebagai fasilitas pendukung. “Kami bekerja secara Tim, tidak sendiri-sendiri. Masih banyak orang lain yang bekerja dengan kami diproyek itu, kami tidak sengaja membayar lebih,” tutupnya.
Proyek kolam renang yang berada di eks lokasi STQ bukit Jabal Nur itu, tepatnya dijejeran kantor badan nasional narkotikan Provinsi (BNNP) Sulteng itu menjadi atensi Kejati Sulteng Johanis Tanak, SH, MH. Proyek itu mangkrak sejak pergantian kepemimpinan di Sulteng dari Prof. Drs.H.Aminuddin Ponulele, MS ke HB.Paliudju tahun 2006. Proyek itu mulai dikerjakan sekitar tahun 2004. Diperkirakan proyek itu menghabiskan dana sekitar Rp,6- Rp,7 miliar lebih dari rencana anggaran Rp,16 miliyard. Dana itu adalah milik rekanan. Sebab pekerjaannya dibiayai lebih duluh oleh rekanan. Lalu dibayarkan kemudian setelah rekanan menagih sesuai dengan volume pekerjaan. Jika ditaksir volumen pekerjaan itu, nilainya sekitar Rp,5- Rp,6 miliyard.
Sebab item pekerjaannya mulai dari penggalian menggunakan alat berat, pengecoran menggunakan besi, semen, pasir dan lantai dan dindingnya menggunakan marmer (Tegel). Karena sifatnya full finansiring, lalu siapa sebenarnya yang dirugikan? Apakah pemerintah daerah provinsi, ataukah justru rekanan? Mungkin memang dari proses pengerjaan proyek itu administrasinya keliru. Sebab hanya berdasarkan Memorandum of Understanding (MoU), yang ditandatangani oleh Gubernur selaku pemangku kebijakan. Dan Pimpinan DPRD selaku pemegang fungsi anggaran, dan rekanan selaku pekerja serta Dinas Pekerjaan Umum (PU), selaku fungsi tekhnis.
Lalu jika status penyelidikan proyek kolam renang itu dinaikkan menjadi penyidikan siapa yang akan masuk berenang di kolam renang itu? Apakah rekanan, pimpro, pemangku jabatan ketika itu, ataukah dilakukan penghentian penyidikan (SP3) seperti jaman Kajati sebelumnya? Bila itu yang terjadi, maka dapat diduga bahwa para pejabat penegak hukum itu hanya gertak sambal dan mencari keuntungan pribadi. Pasalnya kasus kolam renang itu sudah berkali-kali ditangani oleh Kajati tapi hasilnya hanya nol koma kosong. Artinya kalau memang tidak ada pelanggaran hukum dan kerugian negara pada proyek itu iya mbo tidak perlu diungkit-ungkit lagi, kayak anak kecil saja digertak sambal, lalu takut dan si penggertak meminta sesuatu, maka sang anak mau tidak mau memberikan sesuatu yang tentunya berharga karena ketakutan. ****