Bupati Tolitoli Muhammad Saleh Bantilan, SH, MH bersama Sekretaris Dearha Iskandar Nasir, SH, MM diduga terlibat tindak pidana pengrusakan lingkungan. Bahkan disinyalir mengambil lahan negara yang berada didalam kawasan pelabuhan Tolitoli dan merupakan hutan mangrove untuk direklamasi. Hal ini mengajarkan ke masyarakat tidak taat hukum dan aturan. Padaha sebagai pemerintah mestinya memberikan contoh dan tauladan yang baik bagi masyarakat. Keduanya diduga keras telah melakukan pelanggaran hukum dan aturan yang berlaku terkait usaha reklamasi pantai di Kelurahan Sidoarjo Kecamatan Baolan Kabupaten Tolitoli.
Adalah lahan kawasan pantai yang tidak jauh dari Pelabuhan Dede Tolitoli yang diduga mereka reklamasi. Padahal areal pelabuhan itu tidak boleh dilakukan reklamasi. Kalaupun dipaksakan harus mengantongi analisisi dampak lingkungannya (AMDAL) dari Badan Lingkungan Hidup. Kemudian harus memiliki izin dari Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementrian Kehutanan dan Pelindo, serta rekomendasi dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, dan Instansi yang menangani tata ruang dan wilayah (RTRW).
Namun hal itu diabaikan. Bahkan informasi yang dihimpun koran Deadline News dan Koranpedoman.com sampai saat ini tak secarik kertaspun pengajuan izin maupun rekomendasi dari departemen terkait dengan Reklamasi yang mereka lakukan kedua petinggi daerah di Kabupaten Tolitoli itu.
Ombudsman RI perakilan Provinsi Sulteng dalam suratnya No.0027/SRT/0106.2014/PLU.04/I/2015 menegaskan bahwa pelaksanaan reklamasi di Kecamatan Baolan dilaksanakan tanpa memiliki izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi yang diwajibkan sesuai pasal 15 Perpres 122 tahun 2012. Bukan itu saja tapi tidak ada diamanatkan dalam Perda No. 16 Tahun 2012 Tentang RTRW Kab. Tolitoli yang mengalokasikan ruang untuk reklamasi atau mendeliniasi kawasan reklamasi pantai di Kec. Baolan. Hal ini mengindikasikan terjadinya penyelundupan Hukum dalam pelaksanaan kegiatan
Tersebut.
Menurut Ombudsman Sulteng bahwa kegiatan reklamasi dan pembangunan diatas lahan tersebut yang dilakukan dengan membabat sebagian pohon bakau (mangrove) dikhwatirkan akan berdampak pada tingginya risiko bencana. Mengingat kawasan yang direklamasi merupakan wilayah rawan banjir yang disertai dengan kenaikan/pasangnya permukaan air laut (banjir rob). Sehingga pemanfaatan ruang dengan melakukan reklamasi di daerah tersebut bertentangan dengan ketentuan Pasal 42 UU 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana bahwa penegakan rencana tata ruang dilakukan untuk mengurangi risiko bencana.
Menyikapi hal itu, Ombudsman Sulteng menyarankan kepada Bupati Tolitoli segera menghentikan pembangunan di atas lahan Reklamasi Pantai di beberapa titik di kecamatan Baolan dan mengembalikan fungsi ruang sesuai peruntukannya guna menghindari masalah hukum dan lingkungan yang diakibatkannya. Pemerintah Daerah Kabupaten Tolitoli harus bersikap tegas dalam pengawasan pengendalian pemanfaatan ruang di Kabupaten Tolitoli dan memberikan sanksi terhadap perorangan ataupun Badan Hukum yang melakukan pembangunan di atas lahan reklamasi yang tidak memiliki izin pemanfaatan ruang sesuai ketentuan Pasal 48 ayat 2 dan Pasal 50 ayat 1 Perda No. 16 Tahun
2012 tentang RTRW Kab. Tolitoli Jo Pasal 69 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Tata Ruang. Melakukan pembinaan terhadap oknum PNS yang terlibat dalam pelaksanaan reklamasi dimaksud
sesuai ketentuan Perundang-Undangan tentang kepegawaian dan melaporkan kelalaian pelaku reklamasi yang mengkibatkan tingginya risiko bencana kepada instansi berwenang sesuai ketentuan Pasal 75 ayat 1 UU 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana.
Aparata hukum diminta menyelidiki dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan kedua petinggi daerah itu. Pasalnya kawasan pelabuhan dan hutan mangorove yang diduga direklamasi. Parahnya lagi reklamasi itu tidak memiliki izin dan rekomendasi dari instansi yang berwewenang manapun. Makanya aparat hukum perlu menindakinya. Jangan mentang-mentang penguasa daerah (Bupati/Sekda) lalu dibiarkan saja melakukan pelanggaran. Wahana lingkungan hidup (Walhi) juga perlu turun tangan. Karena reklamasi yang diduga dilakukan kedua petinggi daerah Tolitoli itu merambah hutan mangorove dan dapat menimbulkan bencana banjir yang tentunya sangat berbahaya bagi masyarakat setempat.***