Menggali Lubang Sendiri
Diduga Bupati Poso Drs.Piet Inkiriwang yang melaporkan adanya penyalahgunaan wewenang terkait tukar guling lokasi Dermaga Danau Poso seluas 1.617 meter persegi milik Pemerintah Kabupaten Poso dengan katanya tanah milik Yafet Satigi seluas 2.475 meter persegi di Kelurahan Sangele, Kecamatan Pamona Utara, Kabupaten Poso.
Adalah mantan Sekda kabupaten Poso Drs.H.Amdjad Lawasa, MM yang diduga terlibat dibalik tukar guling asset daerah itu. Bahkan penyidik Direskrimsus Polda Sulteng telah menetapkan Amdjad Lawasa sebagai tersangka. Namun setelah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi berkasa Amdjad Lawasa itu dikembalikan ke penyidik (P19), untuk dilengkapi. Dan salah satu catatan dari Kejaksaan Tinggi agar memasukkan tersangka baru yang paling bertanggungjawab di kabupaten Poso. Adalah Bupati Poso Piet Ingkiriwang tentunya yang paling bertanggungjawab itu.
Maka celakala bagi Bupati Piet Ingkiriwang karena ternyata laporannya ibarat lubang yang dia gali sendiri justru dia yang masuk kelubang jebakannya itu. Karena secara logika, memang Sekda Poso yang dijabat Amdjad Lawasa ketika itu, tidak mungkin berani melakukan kebijakan yang bukan domainnya. Sebab soal tukar menukar asset daerah adalah kewenangan Bupati Poso Piet Inkiriwang.
Sedangkan Sekda hanya menjalankan perintah dan kebijakan Bupati secara administrasi. Dan pada kenyataannya lokasi Dermaga lama di Tentena itu diduga ada niat Piet Ingkiriwang selaku Bupati untuk menguasainya. Hal itu dapat dibuktikan dengan adanya master plane pembangunan Hotel mewah diatas tanah bekas dermaga Tentena itu. Sehingga sangat tidak wajar dan relevan jika Amdjad Lawasa dijadikan sebagai tersangka setelah Yapet Santigi.
Penyidik Polda Sulteng didalam menangani kasus tukar guiling asset Pemda Poso itu harus transpara dan obyektif. Artinya siapapun yang terlibat dibalik tukar guling asset daerah itu harus ikut diseret untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya yang tentunya mengarah pada kerugian daerah. Jangan karena Bupati Poso Piet Ingkiriwang pensiunan anggota Polri lalu dibiarkan bebas. Padahal secara yuridis justru dialah yang paling bertanggungjawab atas kasus tukar guling tanah bekas Dermaga penyeberangan di Tentena itu. ***
Reklamasi Antara Kebutuhan dan Pelanggaran (Editorial)
Kota Palu dijuluki sebagai kota tiga dimensi. Julukan itu tentunya beralasan. Sebab memang Kota Palu terdiri atas laut, Sungai dan Pegunungan. Adalah Teluk Palu salah satu dimensi yang menunjukkan keindahan alam dan panorama Kota ini. Beberapa tahun lalu Teluk Palu masih sangat perawan. Makanya sangat indah dipandang mata. Hanya saja tidak diolah secara maksimal. Padahal jika Kota Palu dirawat keperawanannya, tentunya dapat menarik wisatawan. Bahkan dapat dijadikan lokasi olahraga air seperti Jet Sky dan Dayung.
Saban hari libur banyak masyarakat Kota Palu berkunjung ke pantai Teluk Palu itu. Mereka menikmati indahnya panorama laut sembari berendam didalam laut. Sebab konon katanya air laut Pantai Teluk dapat menyembuhkan penyakit kronis, seperti Stok, darah tinggi dan gula. Namun karena nafsu ingin membangun gedung-gedung mewah, keperawanan Pantai teluk Palu dirusaki. Padahal jika ditata sedemikian rupa, tanpa menggeser nilai keperawanannya pasti kelihatan indah, bersih dan hijuah seperti Pantai Seruni di kabupaten Bantaeng. Sehingga dijadikan lokasi hijau terbuka untuk publik, bukan untuk industri ataupun property.
Adalah reklamasi Pantai Teluk Palu yang dilakukan oleh PT. Yauri Investama di Kelurahan Talise Kecamatan Matikulore dan PT. Mahakarya Putra Palu di Kelurahan Lere Kecamatan Palu Barat yang bekerjasama dengan Perusda Kota Palu. Reklamsi itu Pantai Teluk Palu itu dinilai oleh Ombudsman melanggar aturan. Adalah ketentuan Pasal 4 ayat (1) Perpres 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil yang menyebutkan bahwa Penentuan Lokasi Reklamasi dilakukan berdasarkan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZ-WP3K) dan/atau Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kota, yang dilanggar atas pelaksanaan reklamsi Pantai Teluk Palu itu.
Apalagi masih cukup luas darata atau pegunungan di wilayah Kota Palu ini yang cocok untuk berbagai pengembagan pembangunan kota. Termasuk pembangunan perhotelan, pusat perbelanjaan dan ruko-ruko mewah. Adalah pegunungan Talise, khususnya dibagian belakang dan samping lokasi eks STQ jalan Soekarno-Hatta. Lokasi itu sebagian milik Pemprov Sulteng, sebagian tanah negara bebas, dan sebagian eks lokasi HGU PT.Sinar Putera Murni. Kenapa bukan itu yang dikembangkan, sehingga terdapat lokasi baru yang layak huni. Toh pada akhirnya bukit-bukit itu akan digerus dan diratakan untuk kepentingan publik kota Palu. Semoga saja, reklamasi Pantai Teluk Palu segera dihentikan, mengingat masih banyaknya lahan kosong di dalam wilayah Kota Palu yang perlu dikelola dan dikembangan secara baik. ***
“Republik Riuh Rendah”