Oleh : Andi Attas Abdullah
Kepala Desa se Indonesia tak lama lagi mendapatkan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) masing-masing Rp, 1 miliyard pertahun. Anggaran Rp, 1 miliyard perdesa itu tahun depan (2015), segera direalisasikan sebagaimana diatur dalam undang-undang Desa. Program Rp, 1 miliyard satu Desa itu, masih peninggalan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama-sama DPR-RI Periode 2009-2014.
Program Rp, 1 miliyard satu Desa itu meruapak durian runtuh bagi pemerintahan Presiden Jokowi Dodo-Muhammad Jusuf Kalla. Bagaimana tidak program itu tinggal dijalankan. Sebab anggarannya sudah lebih dulu disiapkan. Hanya saja program Rp, 1 miliyard satu Desa itu perlu diawasi. Mengapa? Sebab secara sumber daya manusia perangkat Desa patut disanksikan kemampuannya mengelola dana Rp, 1 miliyard itu. Sehingga ada kecenderungan Kepala Desa bersama aparatnya tinggal menerima beres. Mulai administrasi pertanggungjawabannya hingga program sasaran pembiayaan dana Rp, 1 miliyard itu.
Patut diduga bahwa Bagian pemerintahan Desa atau Badan Pemberdayaan Masyarakat Daerah bersama-sama pemerintahan Kecamatan yang berperan penting didalam pengelolaan dana Desa itu. Sebut saja pembuatan administrasi laporan pertanggungjawaban dapat dipastikan akan dikerjakan oleh pihak bagian pemerintahan Desa di Kantor Bupati dan bekerjasama dengan pemerintah kecamatan. Dan kepala Desa karena tidak mau repot, maka mau tidak mau harus menerima dibuatkan administrasi LPJnya, tapi dengan ketentuan harus rela dipotong sebagian dananya, misalnya Rp, 50 juta saja satu desa, maka akan terkumpul ratusan juta rupiah. Misalnya dalam satu kecamatan terdapat 10 Desa, maka dapat dipastikan Rp, 500 juta akan terkumpul dari pemotongan Rp, 50 juta perdesa itu.
Dengan demikian, patut diduga bahwa penggelontoran dana Rp, 1 miliyard perdesa itu, akan menjadi lahan baru korupsi berjamaa. Oleh sebab itu, untuk menghindari kekhawatiran terjadinya korupsi berjamaa saat program Rp, 1 miliyard satu desa itu, maka peran pengaasan masyarakat, LSM, Pers dan Kejaksaan dan aparat hukum lainnya sangat dibutuhkan. Kajari Kabupaten Mamuju Utara Drs.Adi Santoso, SH, MH kepada koran Deadline News menegaskan bahwa semua setekholder perlu terlibat mengawasi pengucuran dana Rp, 1 miliyard satu desa itu. Sebab ada kekhawatiran akan menjadi lahan baru korupsi berjamaa. Makanya sebelum terjadi kita perlu bersama-sama mengawasinya. ***