Proyek kolam renang yang berada di eks lokasi STQ bukit Jabal Nur, tepatnya dijejeran kantor badan nasional narkotikan Provinsi (BNNP) Sulteng itu menjadi atensi Kejati Sulteng Johanis Tanak, SH, MH. Proyek itu mangkrak sejak pergantian kepemimpinan di Sulteng dari Prof. Drs.H.Aminuddin Ponulele, MS ke HB.Paliudju tahun 2006.
Proyek itu mulai dikerjakan sekitar tahun 2004. Diperkirakan proyek itu menghabiskan dana sekitar Rp,6- Rp,7 miliar lebih dari rencana anggaran Rp,16 miliyard. Dana itu adalah milik rekanan. Sebab pekerjaannya dibiayai lebih duluh oleh rekanan. Lalu dibayarkan kemudian setelah rekanan menagih sesuai dengan volume pekerjaan. Jika ditaksir volumen pekerjaan itu, nilainya sekitar Rp,5- Rp,6 miliyard.
Sebab item pekerjaannya mulai dari penggalian menggunakan alat berat, pengecoran menggunakan besi, semen, pasir dan lantai dan dindingnya menggunakan marmer (Tegel). Karena simatnya full finansiring, lalu siapa sebenarnya yang dirugikan? Apakah pemerintah daerah provinsi, ataukah justru rekanan? Mungkin memang dari proses pengerjaan proyek itu administrasinya keliru. Sebab hanya berdasarkan Memorandum of Understanding (MoU), yang ditandatangani oleh Gubernur selaku pemangku kebijakan. Dan Pimpinan DPRD selaku pemegang fungsi anggaran, dan rekanan selaku pekerja serta Dinas Pekerjaan Umum (PU), selaku fungsi tekhnis.
Proyek itu tidak dianggarkan sekaligus, tapi dianggarkan setiap tahunnya sesuai dengan kemampuan daerah. Menurut rekanan sesuai hasil audit BPKP dan hasil pemeriksaan Kejaksaan Tinggi ketika itu masih dijabat Isyah Ansari, SH, MH tidak ada kerugian keuangan daerah didalamnya. Dan justru rekanan yang dirugikan. Sebab volume pekerjaan nilainya sekitar Rp, 6 miliyard, sedangkan yang dibayarkan oleh Pemdaprovinsi ketika itu baru Rp, 2 miliyard. Dengan demikian dana rekanan masih tersisa sekitar Rp,3 miliyard. Karena adanya perbedaan perhitungan antara BPKP dengan PU, dimana ada kelebihan volume pekerjaan yang mestinya perhitungannya tambah kurang, tapi karena dengan adanya selih pendapat, maka rekanan hanya dibayarkan Rp, 2 miliyard dari tagihannya sesuai volumen pekerjaan sekitar Rp,6 miliyard. Sebetulnya justru rekanan yang dirugikan. Makanya ketika hasil pemeriksaan di Kejati Sulteng saat itu, rekanan malah disuruh menagih ke pemprov. Tapi karena kondinsi keuangan pemprov juga bermasalah, maka pihak kontraktor mengurungkan niatnya untuk menagih sisa dana sesuai volume kerjanya.
Sialnya, belakangan proyek kolam renang itu muncul kepermukaan melalui nyanyiaan sumbang mantan ketua DPRD Sulteng Drs.H.Nurad U Natsir, M.Si yang sebetulnya terlibat didalam proses administrasi. Betapa tidak dia ikut bertanda tangan didalam MOU saat rencana proyek kolam renang itu hendak dikerjakan. Pernyataan Murad itu, ibaratnya “maling teriak maling.” Artinya jika benar proyek kolam renang itu bermasalah, tentunya Murad U Natsir tidak terlepas didalamnya. Sebab dia punya andil memberikan persetujuan yang ditandai dengan penandatanganan MOU. Atensi Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulteng, Johanis Tanak, SH, MH ingin mengungkap kembali kasus yang pernah ditutup rekan adhyaksanya itu, patut mendapat apresiasi. Yang penting benar-benar serius mengusutnya. “Jangan hanya gertak sambal! Kepada sejumlah wartawan menegaskan bahwa proyek kolam renang itu menjadi targetnya. Dan akan diangkat ke tingkat penyelidikan, dan membawanya ke pengadilan. Penegasan Kajati Sulteng itu, mendapat tanggapan dari anggota DPRD Sulteng.
Adalah wakil Ketua DPRD Sulteng, H Muharam Nurdin S.Sos, M.Si mengungkapkan, bahwa proyek kolam renang itu digagas pada tahun 2004, saat itu Prof (Em) Aminudin Ponulele, MS sebagai Gubernur Sulteng dan Drs.H.Murad U Natsir, M.Si sebagai ketua DPRD Sulteng. Proyek tersebut full finansiring (Menggunakan biaya sendiri oleh rekanan, dan nanti dibayarakan sesuai volume pekerjaan). Dan landasan hukumnya hanya MOU. MOU itu ditandatangani antara Gubernur Sulteng dengan pimpinan DPRD Sulteng Drs.H.Murad U Natsir, M.Si, Helmy Yambas, SE, SH dan Almahrum Ir.Safrun Abdullah, BRE ketika itu.
Proyek kolam renang itu, sempat di SP3 di era Kajati Isya Ansari, berikut penggantinya. Dan sekarang pada saat kepemimpinan Kajati Johanes Tanak proyek kolam renang itu mulai dibuka kembali. Kajati Johanis Tanak kepada wartawan belum lama ini mengaku telah mempresentasikan di Kejaksaan Agung RI dugaan adanya indikasi pelanggaran hukum dalam proyek kolam renang itu. “Untuk kolam renang kita tinggal tunggu data lengkap akan kita ungkap. Saya sudah paparkan di Kejagung RI, kalau sudah jelas siapapun dia saya sikat,” tegas Kajati.
Sementara itu mantan Gubernur Sulteng periode 2001-2006 Prof (EM).H.Aminuddin Ponulele, MS menegaskan bahwa proyek kolam renang itu dianggap perlu untuk kepentingan pengembangan fasilitas daerah. Dan proyek itu dibiayai lebih dulu oleh rekanannya. Dan secara teknis administrasi sudah sesuai. Begitu juga dengan biaya yang dikeluarkan sudah sesuai dengan volume pekerjaan rekanan. Kemudian tidak lanjut, karena Gubernur berikutnya memberhentikan proyek itu. “Kalau secara administrasi sudah sesuai, karena disetujui oleh DPRD Sulteng melalui MoU bersama Gubernur, Pimpinan DPRD saudara Murad U Natsir dan rekanan. Sebab proyek itu full finansiring,”jelas Prof.Aminuddin yang sekarang menjabat sebagai ketua DPRD Sulteng. ***