Antasena (Deadline News/koranpedoman.com)-Palu-Fraksi Partai NasDem berharap Rancangan awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sulawesi Tengah 2016-2021 yang saat ini lagi di bahas dalam Musrenbang dapat berkesesuaian dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasisonal (RPJMN)- program NAWACITA dan RPJMD Kabupaten Kota. Disamping itu, yang tidak kalah penting adalah RPJMD ini dapat menjadi solusi atas masalah-masalah yang belum dituntaskan diperiode pertama Gubernur. Di periode ke dua ini momen strategis untuk menjawab janji-janji kampanye Gubernur. Hal itu disampaikan oleh Muh. Masykur, Ketua Fraksi Partai NasDem, disela-sela Rapat Musrenbang yang berlangsung di Kantor Bappeda Provinsi Sulawesi Tengah, 16/11/2016.
Menurut Masykur, system perencanaan yang termuat dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah belum sepenuhnya sinkron dan berkesesuaian dengan RPJMN NAWA CITA-RPJMD setiap Kabupaten Kota. Masih banyak yang perlu disempurnakan, terutama disoal kesesuaian antar Bab dalam dokumen awal RPJMD. Setelah kami periksa isi antar Bab, masih banyak yang perlu dikoreksi, sebagian isi dalam Bab V, VI, VII dalam item sasaran tidak konsisten antar Bab. Makanya diperlukan upaya menyelaraskan program, indikator, dan kegiatan masing-masing agar pembangunan di Sulawesi Tengah dapat terukur. “ Mestinya, ada perpaduan dan sinkronisasi yang meliputi program, indikator dan pembangunan yang dapat dinilai berdasarkan karakter kewilayahan,” terangnya.
Masykur menegaskan bahwa perspektif perencanaan pembangunan sudah perlu bergeser dari standar makro ke perencanaan kedaerahaan yang lebih bersifat mikro. Hal itu penting kata dia, agar penarikan standar rata-rata capaian pembangunan tidak terlalu general. ”Salah satu yang selalu mengaburkan persoalan kata Masykur, adalah penarik indikator pertumbuhan yang diambil menarik garis rata-rata dari besaran sehingga muncul angka pertumbuhan yang tinggi.
Padahal, dalam kenyataannya, tidak seperti itu, ada daerah yang tumbuh sangat signifikan ada pula daerah yang sama sekali melambat,” terangnya. Lebih lanjut Masykur mengatakan, system perencanaan tidak bisa dibangun dengan pola-pola politik jangka pendek, misalnya agar dari sisi pencitraan pembangunan, pemerintah menetapkan angka inflasi antara 3,5 hingga 6 persen.
Mestinya ada angka pasti yang ditunjuk dan dipertaruhkan sebagai basis penilaian kinerja. Sehingga kata Masykur, kita semua bisa berbenah dan mengetahui tingkat keberhasilan dari program pembangunan.” Angka interval rata-rata yang digunakan cenderung permainan angka aman, sehingga basis klaimnya terlalu abstrak,” terangnya.
Masykur mencontohkan, jika ada 10 orang berkumpul, salah satunya memiliki pendapatan 1 Miliar Rupiah per tahun, sembilan orang lainnya, kurang dari 1 juta per tahun. Ketika dijumlah rata-rata, per kapita, maka rata-rata pendapatan 100 juta per tahun.” Ini kan cara perhitungan yang menyesatkan, seolah-seolah seluruh kekayaan itu dihasilkan dalam jumlah yang sama,” urainya.
Hal ini yang menurut Muh. Masykur pembangunan Sulawesi Tengah ini selalu mengalami ironi. Pada satu sisi pertumbuhan tinggi, tetapi disisi yang lain tidak ada sisi pergerakan pengurangan angka kemiskinan secara signifikan. “apa artinya, bahwa indikator yang digunakan terlalu makro dan cenderung abstrak, sehingga out-putnya setiap kegiatan tidak berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat,” terangnya.
Dalam kacamata seperti itulah kata Muh Masykur, pentingnya sinkronisasi perencanaan mulai tingkat nasional, provinsi dan kabupaten Kota guna menemukan keselarasan pembangunan. Sehingga kata Masykur, setiap tahun kita bisa dengan bangga memberikan klaim bahwa kita berhasil atau gagal. Kita berharap, Bappeda dapat menyempernakan dokumen itu sebelum dibahas lebih lanjut di DPRD”, tutupnya. ***