Bang Doel (deadline-news.com)-Marowalisulteng-Nilai ganti rugi lahan sawit yang ditawarkan PT.Baoshou Taman Industri Investmen Group (PT.BTIIG) ke masyarakat hanya Rp,250 juta perhektar.
Sehingga dianggap sangat merugikan masyarakat petani sawit itu.
Sedangkan nilai jual obyek pajak (NJOP) yang berlaku di Kabupaten Morowali, seperti data pembayan pajak bumi dan bangunan (PBB) di Kecamatan Bahodopi Desa Labota itu mencapai Rp,243,000 permeter.
“Dengan dibawah NJOP penawaran pihak Investor patut diduga ada modus mafia tanah di tiga desa yakni Topogaro, Tondo dan Ambunu Kacamatan Bungku Barat Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah yang lahan warga hanya dihargai Rp,250 juta perhektar,”tegas ketua Saber Korupsi RI, Hisam Kaimuddin kepada deadline-news.com Sabtu (18/12-2021) via chat di whatsappnya.
Menurutnya jika mengacu pada NJOP yang berlaku di Morowali mestinya harga ganti rugi mencapai Rp,2,243,000,000 (Dua Miyar Dua Ratus Empat Puluh Tiga Juta) perhentar @ 243,000 X 10,000 Meter.
Kata Sam jika dibandingkan harga lahan Dirut Perusahaan Daerah (Perusda) Angko Beng yang berada di desa Topogaro harga jualnya mencapai Rp, 1 miliyar perhektar, itupun sudah berapa tahun lalu yakni antara 2017-2018. Sedangkan harga lahan masyarat hanya dinilai Rp,250 juta perhektar,”ucap Hisam.
“Sebenarnya ini saatnya Bupati Taslim berpihak ke masyarakatnya. Ini kesempatan Bupati Taslim membuat kaya raya masyarakat dengan harga ganti untung dengan mengacu pada NJOP Morowaki seperti di Desa Labota Rp,243,000 permeter, jangan ganti rugi yang harganya hanya Rp, 250 juta perhektar,”tegas putra Morowali itu.
Sebelumnya mantan bupati Morowali dua periode Drs.H.Anwar Hafid,M.Si mengatakan harga yang ditawarkan PT BTIIG itu masih merugikan masyarakat.
“Contohnya, membeli tanah masyarakat yang punya sawit itu jangan dinilai melalui NJOP Morowali saja. Tetapi liat biaya mulai dari tanam sampai berbuah kemudian hitung penghasilannya tiap bulan kali 30,”kata politisi Partai Demokrat itu.
Makmur warga Desa Ambunu menolak keras menjual atau menerima penawaran pihak investor yang hanya menilai harga lahan sawitnya Rp,250 juta perhektar.
“Maaf kami tidak bersedia melepas lahan sawit kami dengan harga ganti rugi hanya Rp,250 juta. Apalagi masih sangat produktif, tiap panen rata-rata 2 sampai 4 ton, dengan harga jual Rp, 2,500 perkilogramnya. Kalau dikali 4 ton sekali panen kami mendapatkan Rp, 10 juta dan perdua minggu panen lagi, sehingga total penghasilan kami dalan sebulan mencapai Rp, 20 juta. Dan sangat merugilah kami kalau lahan sawit kami hanya dihargai Rp,250 juta,”tegas Makmur.
Makmur memiliki 4 hektar lahan kebun sawit yang masih sangat produktif.
“Saya punya lahan kebun sawit ada 4 hektar di Ambunu ini dan masih sangat produktif. Jadi kami menolak memberikan ke perusahaan investor kalau hanya dihargai Rp,250 juta perhektar,”tegas Makmur.
Hal senada juga ditegaskan warga desa Tondo yakni Moh.Rizal, Ramadhan, Maulid dan Mustamin. Mereka mengaku tidak bersedia menjual atau menerima ganti rugi hanya Rp, 250 juta. Kecuali ganti untung Rp, 1 – 1,5 miliyar perhektar.
Bupati Morowali Drs.H.Taslim yang dikonfirmasi terkait pernyataan Anwar Hafid dimana harga lahan di Desa Labota mencapai Rp, 1 miliyar perhektar, malah menuding Anwar ngauwur.
Padahal bukti NJOP di Labota mencapai Rp, 243,000 permeter. Artinya kalau dikalkulasi maka sebenarnya bukan hanya Rp, 1 miliyar perhektar, tapi Rp, 2,432,000,000 perhektar.
“Disini kita lihat, mana pemimpin yang membela kepentingan masyarakatnya. Dan mana pemimpin yang bela kepentingan investor,”tandas Hisam. ***