Gawean empat tahunan secara nasional tak lama lagi di gelar. Adalah pekan olah raga nasional (PON) XX gawean nasional yang akan berlangsung dari tanggal 2-15 Oktober 2021 di Papua itu.
PON XX itu mestinya digelar tahun 2020, namun karena pandemi covid19, sehingga diundur ke 2021. Tapi pandemi belum usai, kasus positif dan meninggal dunia akibat covid19 masih berjatuhan.
Namun begitu pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga tetap akan melaksanakan even nasional itu.
Ibarat kejar target, kendati PPKM diberlakukan dimana-mana untuk masyarakat, PON tetap akan digelar dan diberi kelonggaran. Adilkah kebijakan pemerintah itu?
Padahal tidak ada yang bisa menjamin masyarakat olahraga sehat dan tidak terifeksi virus berbahaya itu, sekalipun sudah di vaksin.
Covid19 tidak mengenal sudah di vaksin atau tidak tetap saja dijangkiti, walaupun mungkin tidak separah dengan yang belum di vaksin.
Tegasnya bahwa boleh jadi peserta PON aman dari virus dengan berbagai macam pelayanan medis dan asupan makanan bergizi dan vitamin yang cukup.
Tapi apakah ketika mereka kembali berkumpul dengan keluarganya dan masyarakat dijamin tidak membawa virus?
Artinya kemungkinan mereka membawa virus itu ada. Karena ada kerumunan, kondisi kesehatan tubuh menurun akibat aktivitas yang oper dan kurangnya istirahat, sehingga daya tahan tumbuh pasti mengalami penurunan.
Selain itu ada anggaran besar dari negara dan daerah masing-masing yang mengikuti PON itu. Pastinya miliyaran rupiah anggaran pendapatan dan belanja negara untuk kegiatan PON itu.
Lalu apa dampak positifnya terhadap kesehatan dan perekonomian masyarakat baik lokal maupun nasional. Apalagi ditengah pandemi covid19 sektor ekonomi sangat anjlok.
Daya beli masyarakat menurun, produktivitas masyarakat merosot akibat PPKM. Apa yang bisa dihasilkan masyarakat yang hanya disuruh berdiam diri dirumah?
Istimulus dari negara Rp, 300 ribu sampai Rp,1,4 juta bukanlah solusi jangkan panjang. Mungkin secara jangka pendek stimulus dalam bentuk bantuan tunai dan sembako itu solusi. Namun secara jangka panjang itu bukanlah sebuah solusi.
Kalau PON bisa digelar, mengapa masyatakat dibatasi untuk beraktivitas mencari nafkah untuk keluarganya. Anak-anak dilarang bersekolah tatap muka, horor dan teror akan bahaya covid19 setiap hari kita liahat dan dengar baik dimedia sosial maupun dimedia resmi.
Mestinya pemerintah mengajak masyarakat dapat hidup berdampingan dengan covid19 dengan tetap mematuhi protokol kesehatan yakni selalu memakai masker dimanapun berada, menjaga jarak dan rajin mencuci tangan dengan sabun dan air bersih serta membudayakan hidup sehat dan bersih.
Bukan membatasi masyarakat beraktivitas seperti yang terjadi saat ini penerapan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Toh mati itu adalah rahasia Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa.
Artinya tanpa atau dengan covid19 pun makhluk Tuhan yang bernyawa pasti akan sakit dan mati. Namun demikian kita tetap berikhtiar secara rasional, bukan berdiam di rumah. Tapi bekerja sambil berdoa.
Adilkah pemerintah kita? PON dapat digelar dengan ramainya memakai anggaran negara miliyaran. Sedangakan masyarakat dibatasi untuk beraktivitas, padahal mereka mencari nafkah untuk keluarganya.
Selain itu kondisi keamanan di Papua kurang baik. Penyerangan kelompok teroris Papua dengan nama KKB atau OPM makin gencar terhadap masyarakat sipil dan aparat keamanan.
Olehnya PON ditengah Pandemi dan pergolakan keamanan tak menentu di Papua mestinya ditiadakan. Mengapa? Dikhawatirkan berdampak buruk bagi masyarakat olahraga yang ikut dan hadir di PON itu. Bahkan secara nasional berdampak pada nama baik Indonesia di dunia internasional.
Sebaiknya pemerintah melalui TNI – Polri fokus mengatasi dan menumpas teroris Papua yang kerab menganggu keamanan di sana, bukan memaksakan gelaran PON XX Papua itu.
Jika di bandingkan di Poso hanya 6 orang kelompok teroris MIT aparat gabungan keamanan TNI – Polri kewalahan. Bahkan menurunkan pukuhan pasukan untuk menumpas kelompok MIT itu.
Bayangkan saja sudah bertahun-tahun diburu, tapi tidak tintas-tuntas juga. Bahkan Kapolda dan Danrem sudah silih berganti, tapi kelompok teroris Poso masih tetap ada dan bertahan.
Sementara di Papuan kelompok KKB atau OPM itu lebih banyak dan bermarkas di hutan luas, akibatnya pasukan gabungan TNI – Polri sangat kewalahan menumpas mereka.
Bahkan lebih dari 1 anggota TNI – Polri tewas diberondong peluruh tajam dari senjata teroris KKB atau OPM itu. ***