Proyek gedung wanita jaman pemerintahan HB Paliudju sempat diperkarakan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah. Sehingga pembangunannya terhambat.
Adalah Yuliansya, Tono Taula, Dede Sakung, Khaeruddin dan sejumlah pihak menjadi tahanan Kejati Sulteng ketika itu. Bahkan ada sampai divonis bertahun-tahun oleh Pengadilan Tipikor Palu.
Ironisnya lagi, proyek gedung Wanita yang sudah dirobohkan dan dibangun kembali malah menjadi tumpangan Kejati Sulteng untuk berkantor setelah selesai dibangun.
Padahal pondasi-pondasinya yang menjadi bagian masalah berdiri kokoh bangunan megah.
Kejati tanpa malu-malu berkantor di gedung yang pernah mereka perkarakan, sampai menghukum beberapa pihak, termasuk pejabat dan rekanan yang menangani proyek itu.
Ketua Krak Sulteng Harsono Bareky menilai Kejati tidak memiliki “rasa malu”. Masa berkantor di gedung yang mereka pernah perkarakan dan tuntut di Pengadilan.
Apalagi bagian gedung yang dianggap bermasalah itu adalah pondasinya. Gedung wanita itu tidak merubah struktur pondasinya. Artinya bagian gedung itu pernah bermasalah dengan hukum.
Dan adalah Kejati Sulteng yang mempersoalkannya. Akan tetapi malah menumpang berkantor digedung yang pernah mereka perkarakan secara hukum.
Kajati Sulteng Jacob Hendrik Pattipeilohy,SH, MH yang dikonfirmasi via whatsappnya Senin malam (15/11-2021), tidak memberikan tanggapan.
Kemudin Kasi Pengkum Kejati Reza Hidayat,SH menjawab konfirmasi deadline-news.com mengirimkan potongan pemberitaan salah satu media cetak di Palu.
“Tabe kanda, hal ini sudah pernah ditanyakanbdan dijawab langsung oleh pemilik aset,”tulis Reza. ***