Pemerintah Republik Indonesia dibawah Pimpinan Ir.Joko Widodo melalui Kementerian Keuangan Srimulyani berencana menaikkan pajak penambahan nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 12 persen tahun ini.
Salah seorang tokoh masyarakat di Desa Benteng Paremba Kabupaten Pinrang Provinsi Sulawesi Selatan menegaskan kasihan rakyat mejadi “sapi perahan” oleh Negara (Pemerintah) sendiri dengan kebijakan semua serba pajang, termasuk makan pun di rumah makan dan restoran kenapa pajak.
Padahal mestinya pajak itu kewajiban bagi pemilik atau pengelola rumah makan atau warung-warung dan restoran.
Bayangkan saja, mulai dari warung pinggir jalan sampai restoran besar setiap yang makan dikenakan pajak. Lalu kemana hasil pajak itu? Kenapa Negara mesti berhutang puluhan ribu triliun?
Ironisnya lagi beberapa oknum pejabat di Dirjen Pajak enak-enakan menikmati suap uang pajak yang mestinya dapat membantu Negara didalam merealisasikan proyek pembangunan untuk kemaslahatan rakyat berkesinambungan dan berkeadilan serta merata.
Tapi apa lacur, pengusaha-pengusaha besar yang mestinya menyetorkan pajaknya miliyaran rupiah ke Negara, malah bermain mata dengan pejabat di kantor Pajak, sehingga pajak mereka lebih rendah. Padahal lebih banyak digunakan menyuap pejabat di Dirjen Pajak ketimbang yang masuk ke Negara.
Dizaman serba sulit saat ini, dengan alasan pandemi covid19, mestinya rakyat diberikan kelonggaran pajak, bukannya dibebani pajak.
Sehingga dunia usaha dapat tumbuh kembali. Apakagi belum jelas kapan pandemi covid19 berakhir.
Belum lagi hutang pemerintah sudah selangit, diperkirakan 3 tahun kedepan atau 10 tahun pemerintahan Presiden Jokowi hutang pemerintah RI akan mencapai Rp,10 ribut triliun.
Apalagi saat ini investor dari China semakin kuat akan menguasai Indonesia.
Covid19 berasal dari Wuhan China, dan akibat pandemi covid19 ini, kita dan banyak negara lainnya “terjajah” baik secara ekonomi, pendidikan maupun dalam pelaksanaan sariat Agama.
Sebut saja Umat Islam dilarang melaksanakan salat berjamaah dimasjid, dilarang naik Haji, kemudian dilarang sekokah secara tatap muka di sekolah-sekolah.
Hal ini dapat disebut model penjajahan moderen dan pembodohan rakyat Indonesia ala China dengan menebarkan virus covid19 itu ke seluruh Negara termasuk Indonesia.
Apalagi China menganut paham komunis yang “anti Agama”. Kita di jajah dari sektor ekonomi dengan pemberian pinjaman triliunan, dibodohi dari sektor pendidikan dimana anak-anak kita dilarang bersekolah secara tatap muka dan dilarang beribadah secara berjamaah.
Disisi lain rakyat “diperas” dengan dibebani pajak, termasuk makan di warung-warung kita dikenakan pajang.
Semoga saja Negara kita ini (Republik Indonesia) kedepan tidak dalam penguasaan Pemerintah Negara China seperti Zimbabwe dimana di negara itu mata uang China diberlakukan.***