IKLAN 160X600
IKLAN 160X600
IKLAN 970X350 IKLAN 970X250 IKLAN 970X250
Kopi PahitOpini

Dampak Negatif Pembiayaan Pilkada Oleh Daerah

31
×

Dampak Negatif Pembiayaan Pilkada Oleh Daerah

Sebarkan artikel ini
IKLAN 970X250 IKLAN 696X408 IKLAN 696X408 IKLAN 970X250 IKLAN 970X250 IKLAN 800X638

Pemilihan Kepala daerah secara serentak 9 Desember 2015 mendatang, ternyata membawa dampak negatif bagi keuangan pemerintah daerah dimana pemilukada dilaksanakan. Pasalnya biaya pemilukada itu ditanggung masing-masing daerah. Dan nilainyapun pantastik. Bayangkan biaya pemilukada sebelumnya hanya Rp,9 miliyard-Rp,11 miliyard meningkat tajam sampai Rp, 18 miliyard. Bahkan ada daerah dua kali lipat dari biaya pilkada sebelumnya.
Dengan demikian penghematan yang dikatakan pemerintah pusat, justru pemborosan yang terjadi. Dan ujung-ujungnya rakyat juga yang dibebani. Padahal yang dua orang yang mendapatkan keuntungan pada pemilukada itu. Adalah pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Tapi justru rakyat dibebani. Konsep pemiluada secara serenta ini perlu ditinjau kembali pada pemilukada berikut. Sebab sangat boros.
Mestinya biaya atribu, biaya kampanye dan pemasangan atribut dibebanan kepada masing-masing pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah, sehingga mereka rasakan betapa besar biaya politik untu merebut sebuah kursi kepemimpinan di daerah. Ironisnya lagi bagi daerah otonom baru (DOB), seperti Bagai Laut, Banggai Kepulauan, Morowali Utara, dan Sgi harus menganggarkan biaya pilkada miliaran rupiah, kendati menanggung beban hutang serta beberapa sub sektor yang bersentuhan langsung dengan masyarakat tertunda pembiayaannya. Bahkan bisa mandek pengerjaannya, seperti jalan, jembatan, drainase, dan irigasi. Dan lebih ironis lagi hutang penerangan jalan umum (PJU) seperti yang dialami kabupaten Sigi.
Bayangkan saja, karena membiayai pemilukada, kabupaten Sigi harus menanggung beban hutang di perusahaan listrik negara (PLN) sebesar Rp, 16 miliyard. Sekalipun itu ketidak cermatan pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Pengelolaan keuangan dan asset daerah (DPKAD) bersama Dinas ESDM merencanakan dan mengaktimasi penganggaran biaya beban PJU pada saat pembahasan APBD pokok tahun sebelumnya. Padahal pembiayaan PJU itu sudah jelas dalam kontrak antara PLN dan Pemda Sigi nilainya Rp, 1,4 miliyar perbulan. Celakanya lagi, menunggak sampai 8 bulan per Agustus ini. Dan menurut astimasi pihak PLN hutang PJU Pemda Sigi sampai Desember 2015 nanti mencapai Rp, 16 miliyard lebih.
Pilkada langsung secara serentak sebetulnya rawan korupsi. Betapa tidak? Semua pasangan calon kepala daerah baik itu incumbent maupun yang baru harus membayar mahar ke DPP Partai pengusungnya miliyaran rupiah. Hal ini diakui oleh sejumlah kandidat pasangan calon kepala daerah. Celakanya lagi, siapa yang lebih tinggi maharnya maka dialah yang dipilih oleh DPP Partai pengusung untuk diberika SK rekomendasi untuk menggunakan partai itu sebagai kendaraan politiknya. Hal ini mestinya menjadi perhatian Bawaslu, Polri, Kejaksaan dan KPK khususnya bagi calon incumbent. Sebab jika kelak mereka terpilih bukan tidak mungkin upaya pengembalian ongkos politik yang diutamakan, dan tentunya ujung-ujungnya akan terjadi tindak pidana korupsi. ***

IKLAN 768X437 IKLAN 600X200
IKLAN 160X600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

IKLAN 600X200